METODOLOGI
PENELITIAN SISTEM INFORMASI: SEBUAH
GAMBARAN UMUM
Fathul
Wahid
Laboratorium
Sistem Informasi dan Rekayasa Perangkat Lunak (SIRKEL),
Jurusan
Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam Indonesia
Jl.
Kaliurang Km. 14 Yogyakarta 55501
Telp. (0274) 895287 ext. 122, Faks. (0274)
895007 ext. 148
E-mail:
fathulwahid@fti.uii.ac.id
ABSTRAK
Artikel
teoritis ini membahas metodologi penelitian dalam disiplin sistem informasi.
Lingkup kajian disiplin yang baru berkembang mempunyai hubungan timbal-balik
yang erat dengan disiplin yang lain. Karenanya, tradisi penelitian dalam
disiplin lain tersebut seringkali diadopsi dalam tradisi penelitian sistem
informasi. Artikel ini juga membahas polarisasi metode penelitian kuantitif
(hard approach) dan kualitatif (soft approach) dalam disiplin sistem informasi
yang ada.
Kata
kunci: lingkup kajian sistem informasi, metodologi penelitian, penelitian
kuantitif, hard approach, penelitian kualitatif, soft approach
1. PENDAHULUAN: LINGKUP
KAJIAN SISTEM INFORMASI
Sistem informasi adalah sebuah disiplin baru yang
belum sepenuhnya mapan, seperti disiplin matematika atau ekonomi. Karenanya,
sebelum membahas tentang metodologi penelitian sistem informasi, pengetahuan
dan pemahaman tentang lingkup kajian bidang sistem informasi sangat diperlukan.
Pengetahuan ini akan memberikan perspektif yang lebih luas dalam memandang
hubungan antara disiplin sistem informasi dengan disiplin yang lain.
Secara garis besar, lingkup penelitian sistem
informasi meliputi pengembangan, penggunaan dan aplikasi sistem informasi oleh
individu, organisasi dan masyarakat (Baskerville & Myers, 2002). Domain
yang sangat luas ini memungkinkan adanya diskursus antara disiplin ini dengan
disiplin yang lain. Bagian selanjutnya akan membahas secara garis besar
diskursus yang terjadi.
1.1 Pandangan
Konvensional
Pada masa perkembangan awal sistem informasi dua
dekade yang lalu, pada ahli sistem informasi menganggap bahwa sistem informasi
adalah disiplin terapan yang didasarkan pada bidang ilmu lain yang lebih
fundamental dan merupakan disiplin acuan (Baskerville & Myers, 2002). Keen
(1980) menyatakan bahwa sistem informasi adalah disiplin terapan yang
didasarkan pada disiplin acuan (reference
discipline). Karena disiplin acuan lebih matang daripada sistem informasi,
maka para peneliti sistem informasi dapat meminjam dan mempelajari teori,
metode, dan contoh dari penelitian-penelitian berkualias dalam bidang disiplin
acuan.
Sejak saat itu, para ahli di bidang sistem informasi
banyak mendiskusikan disiplin ilmu yang menjadi acuan sistem informasi. Pada
awal perkembangannya, sistem informasi utamanya didasarkan pada bidang rekayasa
atau teknik, ilmu komputer, teori sistem sibernetik, matematika, sains
manajemen, dan teori keputusan perilaku (behavioural
decision theory). Pada awalnya, pada
ahli di bidang sistem informasi mempunyai latar belakang pendidikan dalam
disiplin-disiplin ini. Sehingga, tidak mengherankan, jika disiplin-disiplin ini
dianggap mendasari sistem informasi (Keen, 1980; Mendelson, Ariav, DeSanctis,
& Moore, 1987).
Sejalan dengan perkembangan sistem
informasi, disiplin acuan sistem informasi menjadi semakin banyak. Culnan
(1987) mengklasifikasikan disiplin acuan sistem informasi ke dalam tiga
kategori:
1. Teori fundamental (fundamental theory). Yang termasuk dalam kategori ini antara lain
adalah ilmu sistem.
2. Disiplin dasar (undelying disciplines). Termasuk dalam kategori ini di antaranya
adalah ilmu politik, psikologi, dan sosiologi.
3. Disiplin terapan yang terkait (related applied discplines). Ilmu
komputer, akuntansi, keuangan, manajemen, dan sains manajemen adalah contoh
disiplin yang masuk dalam kategori ini.
Daftar disiplin acuan sistem informasi semakin panjang
sejalan dengan perkembangannya, seperti arsitektur (Lee, 1991), ekonomi (Bakos
& Kemerer, 1992), dan antropologi (Avison & Myers, 1997).
Menurut Baskerville dan Myers (2002), hanya sedikit
ahli sistem informasi yang mempertanyakan kembali asumsi yang menyatakan bahwa
sistem informasi didasarkan pada disiplin lain yang menjadi acuan dan lebih
fundamental, dan sebaliknya, sistem informasi tidak mempunyai tradisi
penelitian sendiri. Hal ini berarti, para peneliti sistem informasi meminjam
dan mempelajari teori, metode, dan contoh dari penelitian-penelitian
berkualitas dalam disiplin lain, tetapi para peneliti disiplin lain tidak
meminjam dan mempelajari metode, teori,
dan contoh dari penelitian-penelitian berkualitas dalam bidang sistem
informasi. Dengan demikian, alir pengetahuan dan informasi hanya satu arah
(lihat Gambar 1).
Baskerville dan Myers (2002) mengandaikan disiplin
sistem informasi berada dalam komponen terakhir dalam rantai makanan
intelektual. Menurut mereka, pandangan konvesional ini sekarang sudah
kedaluwarsa.
1.2 Kondisi
Kini
Perkembangan dalam bidang penelitian sistem informasi
telah menjadikannya mempunyai tradisi penelitian tersendiri Baskerville dan
Myers (2002). Lee (1991) mendifinisikan lingkung kajian dan perspektif dalam
penelitian sistem informasi lebih dari sekedar menguji sistem teknologi, atau
sistem sosial, atau bahkan dua-duanya, tetapi penelitian dalam bidang ini juga
menginvestigasi fenomena yang muncul ketika kedua sistem berinteraksi. Hal
inilah yang membedakan pespektif penelitian dan lingkup kajian sistem informasi
berbeda dengan disiplin lain. Davis (2000) mengidentifikasi lima bidang kajian
yang berkembang dalam bidang sistem informasi (lihat Tabel 1).
Sejalan dengan perkembangannya, bidang sistem
informasi juga mempunyai banyak hal yang bisa digunakan oleh peneliti dalam
disiplin lain. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa kini teknologi dan sistem
informasi digunakan hampir pada semua sektor. Sistem informasi penting untuk
sektor swasta dan pemerintah, individu, organisasi, negara, dan organisasi
antarnegara. Sistem informasi menyebar ke banyak bidang seperti pertanian,
manufaktur, jasa, pendidikan, kesehatan, pertahanan, dan pemerintahan. Fenomena
dimana teknologi dan sistem informasi dengan cepat menjadi bagian dari
masyarakat menjadikan banyak disiplin ilmu menaruh perhatian pada teknologi
ini. Peneliti dalam bidang lain menyadari bahwa banyak hal yang terjadi karena
pengaruh teknologi informasi.
Sebagai contoh, para peneliti bidang pemasaran
sekarang menaruh perhatian pada e-commerce dan pengaruh teknologi baru pada
perilaku konsumen, periklanan, dan sebagainya. Peneliti dalam bidang
pendidikan, di antaranya meneliti penggunaan multimedia dalam proses
pembelajaran dan penggunaan Internet untuk pendidikan jarak jauh. Peneliti
dalam bidang administrasi pemerintahan sekarang juga menaruh perhatian dalam
e-government dan hal-hal yang terkait dengannya. Penelitian dalam bidang lain
seperti bisnis internasional, studi komunikasi dan media, manajemen sumberdaya
manusia, dan manajemen operasi juga banyak
menaruh perhatian pada sistem informasi.
Tabel 1. Bidang kajian sistem
informasi
Bidang
kajian sistem informasi
|
Contoh
konsep, teori, proses, dan aplikasi
|
Proses manajemen sistem informasi
|
Perencanaan strategik untuk
infrastuktur dan aplikasi
Evaluasi sistem informasi pada
sebuah organisasi
Manajemen personel sistem informasi
Manajemen fungsi dan operasi sistem
informasi
|
Proses pengembangan sistem
informasi
|
Manajemen proyek sistem informasi
Manajemen resiko proyek sistem
informasi
Organisasi dan partisipasi dalam
proyek
Kebutuhan teknis dan sosial
Akuisisi aplikasi
Implementasi sistem
Pelatihan, penerimaan dan
penggunaan
|
Konsep
pengembangan sistem informasi
|
Konsep metode
Konsep sosio-teknikal
Konsep dekomposisi rasional pada
kebutuhan sistem
Konstruksi sosial kebutuhan sistem
Konsep kesalahan dan pendeteksian
kesalahan
Konsep pengujian untuk sistem
sosio-teknikal yang kompleks Konsep kualitas sistem informasi
|
Representasi dalam sistem informasi
|
Konsep basisdata dan basis
pengetahuan
Representasi “dunia nyata”
Pengkodean
Penyimpanan, pemanggilan kembali,
dan transmisi
Penelusuran kejadian (event)
Representasi perubahan kejadian
Representai struktur sistem
|
Sistem aplikasi
|
Manajemen
pengetahuan
Sistem pakar
Sistem pendukung
keputusan dan sistem pendukung keputusan untuk grup
Sistem kerjasama dan tim maya
Kerja-jarak-jauh (telecommuting) dan sistem kerja
tersebar
Sistem rantai pasokan (supply chain) Sistem enterprise
resource planning
Sistem antar- dan dalam organisasi
Sistem pelatihan
Sistem e-commerce
Sitem pendukung konsumen
|
Sumber: Davis (2000)
Menurut Baskerville dan Myers (2002) sistem informasi
tidak hanya membuat sub-disiplin baru, tetapi juga mendorong munculnya disiplin
yang sama sekali baru seperti bio-informatika, bio-teknologi, dan sistem
informasi geografis. Sejalan dengan perkembangan ini, disiplin sistem informasi
tidak lagi hanya sebagai disiplin pemakai teori, metode, dan hasil-hasil
penelitian disiplin lain, tetapi disipin lain juga bisa memakai teori, metode,
dan hasil-hasil penelitian dalam sistem informasi (lihat Gambar 2). Sebagai
akibatnya, peneliti dalam bidang sistem informasi mempunyai peluang besar untuk
melakukan penelitian bersama dengan peneliti dalam bidang-bidang yang
lain.
Dalam perspektif yang berbeda, disiplin sistem
informasi merupakan perkawinan antara disiplin manajemen dan teknik serta
mempunyai hubungan yang erat dengan praktek di lapangan Posisi
disiplin sistem informasi ini sejalan dengan definisi yang dikembangkan oleh Association for Computing Machinery (ACM),
Association for Information Systems (AIS)
dan Association of Information Technology
Professionals (AITP). Sebagai sebuah disiplin, sistem informasi mepunyai
dua bidang kajian (Davis et al., 1997):
1. akuisisi,
penggunaan, dan manajemen sumberdaya dan layanan teknologi informasi; dan
Bidang kajian yang pertama terkait dengan fungsi
sistem informasi yang banyak terkait dengan manajemen, sedang yang kedua
terkait dengan pengembangan sistem yang banyak terkait dengan disiplin teknik.
Gambar 3 mengilustrasikan posisi disiplin sistem informasi kaitannya dengan
disiplin yang lain.
Gambar 3. Posisi disiplin sistem informasi
Swanson dan Ramiller (1993) dalam studinya tentang
tema penelitian dalam sistem informasi dengan mereview hampir 400 artikel yang
diterbitkan pada Information Systems
Research, salah satu jurnal sistem informasi terkemuka, menemukan tema-tema
yang sangat beragam. Rangkuman tema-tema artikel selama lima tahun mulai dari
1987.
sistem informasi kaitannya dengan disiplin yang
lain.
No
|
Tema
|
1
|
Computer
resource allocation
|
2
|
Computer supported cooperative work
|
3
|
Data management
|
4
|
Data
modeling and database design
|
5
|
Decision
support system applications
|
6
|
Decision
support system design
|
7
|
Decision support system development and
implementation
|
8
|
Decision
support system model management
|
9
|
Decision
support system outcomes
|
10
|
End-user
computing
|
11
|
Expert
system applications
|
2
|
Expert
system design, evaluation and performance
|
13
|
Human computer interaction
|
14
|
Information and managerial decision
making
|
15
|
Information economics
|
16
|
Information system implementation
|
17
|
Information
system research
|
18
|
Information system topologies
|
19
|
Information technology diffusion
|
20
|
Interorganizational information systems
|
21
|
IS
economics
|
22
|
IS
ethics
|
23
|
IS performance evaluation
|
24
|
IS
personnel
|
Gambar 3. Posisi disiplin sistem informasi
2.
METODOLOGI PENELITIAN SISTEM
INFORMASI
Secara umum metode penelitian dalam bidang sistem
informasi tidak berbeda dengan pada bidang yang lain. Yang membedakan
sebenarnya lebih pada tradisi penelitian yang dilakukan dan disepakati oleh
komunitas sistem informasi dunia. Tradisi ini berperan dalam mengkontruksi
sistem informasi sebagai sebuah disiplin seperti telah diuraikan dalam bagian
sebelumnya. Dalam tradisi penelitian sistem informasi ditemukan beberapa metode
spesifik yang diadopsi dari bidang keilmuan yang lain, seperti etnografi yang
mulanya digunakan oleh para peneliti antropologi (Simonsen dan Kensing, 1997;
Myers, 1999) dan penelitian tindakan (action
research) yang bermula dari bidang psikologi (Baskerville, 1999).
Secara umum, metodologi penelitian ilmiah adalah
sebuah sistem aturanaturan dan prosedur-prosedur yang jelas, dimana suatu
penelitian didasarkan padanya (Frankfort-Nachmias & Nachmias, 1996).
Dalam pemilihan metodologi
penelitian, selain mempertimbangkan metodologi terdahulu yang digunakan dalam
penelitian sejenis, juga akan sangat dipengaruhi dengan batasan sumberdaya –
yaitu waktu dan dana – yang dimiliki
oleh peneliti.
Kompromi di antaranya akan menghasilkan sesuatu antara
yang ideal dan yang praktis.
Metodologi sangat penting dalam sebuah penelitian
karena metodologi akan digunakan sebagai (Frankfort-Nachmias & Nachmias,
1996)
(a) Aturan komunikasi. Metodologi merupakan alat komunikasi sesama
peneliti untuk berbagi pengalaman dalam melakukan penelitian. Ketika peneliti
menuliskan metodologi yang digunakan secara jelas, dapat diakses oleh peneliti
lain, maka kemungkinan replikasi
penelitian dan validasi temuan penelitian dapat dilakukan.
(b) Aturan penalaran.
Meskipun observasi empiris sangat fundamental dalam penelitian ilmiah, namun
fakta, data, atau bukti yang ditemukan tidak bisa “berbicara” dengan
sendirinya. Karenanya, dalam hal ini, dibutuhkan logika untuk menarik inferensi yang reliabel berdasar fakta hasil
observasi.
(c) Aturan intersubjektivitas.
Karena kemungkinan adanya subyektivitas terlibat dalam penelitian, maka dengan
metodologi yang jelas, validasi bisa dilakukan oleh peneliti lain untuk
menjamin obyektivitas empiris. Hal ini berarti ada hubungan saling-tergantung
antara obyektivitas dan validasi.
2.1 Kuantitatif versus Kualitatif
Metode penelitian dapat dikelompokkan dengan cara yang
beragam, namun demikian pengelompokan yang paling sering digunakan adalah (a)
metode kuantitatif dan (b) metode kualitatif.
Secara umum,
metode kuantitatif yang berasal dari ilmu-ilmu alam dikembangkan untuk
mempelajari fenomena alam. Contoh metode kuantitatif yang sekarang diterima
luas dalam ilmu-ilmu sosial adalah metode survei, eksperimen laboratorium,
metode formal (seperti ekonometri) dan metode numerik seperti pemodelan
matematis.
Pendekatan kuantitatif digunakan hampir pada semua
penelitian dalam bidang sistem informasi pada tahap awal perkembangannya.
Pendekatan kuantitatif didasari asumsi bahwa dunia luar terdiri dari struktur
yang dapat disentuh yang tidak tidak tergantung kepada kognisi manusia.
Sebaliknya, metode kualitatif awalnya dikembangkan
dalam bidang ilmuilmu sosial untuk mempelajari fenomena sosial dan budaya.
Contoh metode kualitatif adalah penelitian tindakan (action research), studi kasus, dan etnografi. Sumber data kualitatif
antara lain adalah observasi, wawancara, kuesioner, dokumen, dan pengalaman
peneliti.
Pendekatan kualitatif (soft approach) dalam penelitian sistem informasi sangat berbeda
dengan pendekatan kuantitaif. Pendekatan ini
baru sekitar tahun 1998 diakui secara ”resmi” sejajar oleh komunitas
sistem informasi (Avison, Lau, Myers, & Nielsen, 1999).
Premis utama pendekatan ini adalah bahwa peneliti
mencoba memahami secara mendalam fenomena yang diteliti dalam setting yang alami. Karenanya pendekatan ini juga dapat dikategorikan
sebagai pendekatan fenomenologi.
Pendekatan fenomenologi memfokuskan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
“mengapa?” dan ”bagaimana?”. Metode yang digunakan dalam pendekatan ini adalah
studi kasus (case study).
Beberapa karakteristik pendekatan
kualitatif adalah:
1. Kejadian
dilihat dari perspektif subyek
2. Penggambaran
kejadian dilakukan dengan detil dan informasi kontektual menjadi sangat penting
3. Kejadian
dipahami dalam konteks di mana terjadi
4. Fokus
diarahkan pada proses, sehingga kehidupan sosial dilihat sebagai serangkaian
kejadian yang saling terkait
5. Proses
penelitian fleksible dan relatif tidak terstruktur
6. Teori
dan konsep yang digunakan dalam penelitian yang menggunakan pendekatan ini
dapat:
(a) diformulasikan
lebih dahulu (a priori) dan diuji;
(b) diformulasikan
dan digunakan sebagai kerangka penjelasan;
(c) diformulasikan
dan diadopsi sebagai bagian proses; dan
(d) hasil dari penelitian itu sendiri (grounded theory).
Dalam literatur, metode penelitian juga dikelompokkan
dengan kriteria yang berbeda. Metode penelitian dapat dikelompokkan ke dalam
metode obyektif dan subyektif. Dari sisi penekanan, penelitian dapat dilakukan
dengan penekanan pada penemuan hukum-hukum (nomothetic)
dan sebaliknya ditekankan pada keunikan situasi tertentu yang diteliti (idiographic). Dari sudut pandang posisi
peneliti terharap obyek penelitian, penelitian dapat dilakukan dengan
mengasumsikan peneliti sebagai outsider (etic)
dan peneliti sebagai insider (emic).
Pengelompokan dengan kriteria lain memunculkan dikotomi positivist-
interpretivist,
exploratory-confirmatory, induction-deduction, field-laboratory, dan relevance-rigour (Fitzgerald
& Howcroft, 1998). Diskusi masih terus berjalan terkait dengan dikotomi
metode-metode penelitian ini.
Kedua kelompok metode ini berbeda dalam berbagai hal,
baik pada tingkat ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ontologi membahas
tentang apa yang ingin diketahui. Epistemologi akan menjawab tentang bagaimana
pengetahuan tersebut dapat didapat, sedang aksiologi terkait dengan nilai atau
manfaat yang bisa didapatkan dari pengetahuan tersebut. Ontologi sering disebut
sebagai teori tentang ”ada”, epistemologi sebagai teori tentang pengetahuan,
dan aksiologi sebagai teori tentang nilai. Secara singkat ketiga tingkat
tersebut dapat dirumuskan dalam ketiga pertanyaan berikut (Suriasumantri,
1992):
1. Ontologi:
apakah yang ingin kita ketahui?
2. Epistemologi:
bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan?
3. Aksiologi:
apa nilai pengetahuan tersebut bagi kita?
Masing-masing pendekatan
dengan basis filosofis yang berbeda-beda juga mempunyai kelebihan dan
kekurangannya.
Basis filosofis yang berbeda ini menyebabkan
penggunaan metode yang berbeda dalam operasionalisasinya (e.g. Fiztgerald &
Howcroft, 1998; Nunamaker, Chien, & Purdin, 1990; Walsham, 1995).
Pendekatan pertama yang bersifat kuantitif sering juga disebut dengan hard approach, sedang yang kedua disebut
dengan soft approach. Perbedaan kedua
pendekatan ini dirangkum dalam Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan pendekatan penelitian
soft dan hard
Soft approach
|
Hard approach
|
Tingkat ontologis
|
|
Relativist
Kepercayaan bahwa banyak realitas yang maujud sebagai konstruksi
subyektif pikiran manusia. Istilah-istilah yang disebarluaskan dalam
masyarakat mengarahkan bagaimana realitas dipersepsikan dan hal ini akan
berbeda antar budaya yang berbeda.
|
Realist
Kepercayaan bahwa dunia terdiri dari struktur yang hard, kasat mata
(tangible) yang maujud bebas dari penilaian individual.
|
Tingkat epistemologis
|
|
Interpretivist
Tidak terdapat kebenaran yang universal.
Pemahaman dan penginterpretasian didasarkan pada kerangka pikir yang
dimiliki peneliti.
Netralitas adalah sesuatu yang tidak mungkin.
Realisme dalam konteks penelitian sangat penting.
|
Positivist
Kepercayaan bahwa dunia terdiri hukum kausalitas yang pasti.
Kompleksitas masalah dapat didekati dengan reduksionisme. Menekankan kepada
obyektivitas, pengukuran, dan perulangan.
|
Tabel 2. lanjutan.
Soft approach
|
Hard approach
|
Subjectivist
Sulit
membedakan antara peneliti dan situasi penelitian. Temuan penelitian berasal
dari interaksi antara peneliti dan situasi penelitian, dan nilai dan
kepercayaan yang diyakini peneliti sangat berperan.
|
Objectivist
Bagi
peneliti, mengambil jarak dengan situasi penelitian adalah sesuatu yang
mungkin dan penting. Observasi yang netral dan tidak bias harus dilakukan
oleh peneliti.
|
Emic/Insider/Subjective
Berasal
dari antropologi. Arah penelitian berdasar pada pandangan orang dalam
(insider), yang kemudian dipadang sebagai sesuatu yang diperlukan untuk
menentukan kecukupan penelitian.
|
Etic/Outsider/Objective
Berasal dari antropologi. Arah penelitian didasarkan pada pandangan
orang luar (peneliti) yang dianggap obyektif dan analis yang cocok untuk
penelitian.
|
Tingkat metodologis
|
|
Qualitative
Menentukan
hal apa yang ada dan bukan berapa jumlahnya. Sangat deskriptif. Kurang
terstruktur dan lebih responsive terhadap situasi penelitian.
|
Quantitative
Penggunaan teknik statistik untuk mengidentifikasi fakta dan
hubungan kausalitas. Sampel berukuran besar dan lebih representatif. Temuan
penelitian dapat digeneralisasi kepada populasi yang lebih luas dengan
batasan kesalahan tertentu.
|
Exploratory
Menekankan
kepada penemuan pola pada data penelitian dan menjelaskan/memahami pola
tersebut. Mendasarkan pada landasan deskriptif.
Dapat
mengarah kepada perumusan hipotesis.
|
Confirmatory
Menekankan kepada pengujian hipotesis dan verifikasi teori.
Cenderung menggunakan metode positif dan kuantitatif.
|
Induction
Dimulai
dengan kasus spesifik yang kemudian digunakan dalam generalisasi dengan
tingkat propabilitas tertentu. Bukti baru memungkinkan konklusi direvisi.
|
Deduction
Menggunakan temuan-temuan umum untuk melihat kasus-kasus
spesifik. Sebuah argumen adalah valid
jika tidak mungkin konklusi tidak mungkin salah jika premisnya bernilai
benar. Berhubungan dengan verifikasi/falsivikasi teori dan pengujian
hipotesis.
|
Field
Menekankan
pada realisme konteks pada situasi yang alami, tetapi presisi dalam kontrol
variabel dan pengukuran prilaku tidak dapat dilakukan.
|
Laboratory
Pengukuran
dan kontrol variabel yang tepat, tetapi tetap memperhatikan sifat alami
situasi penelitian, karena intensitas dan variasi dunianyata tidak mungkin
dibuat.
|
Idiographic
Perspektif
yang individual-centered konteks yang alami dan metode kualitatif untuk
mengetahui pengalaman unik subyek penelitian.
|
Nomothetic
Perspektif yang group-centered menggunakan lingkungan yang
terkendali dan metode kuantitatif untuk membuat hukum yang berlaku umum.
|
Tingkat aksiologis
|
|
Relevance
Lebih
menekankan kepada validitas rumusan masalah dan relevansinya ke dalam dunia
praktis, daripada memfokuskan kepada metode yang setepat-tepatnya (rigorous)
dalam penelitian.
|
Rigour
Penelitian
dicirikan oleh pengujian hipotesis secara deduktif sesuasi dengan paradigma
positivis dengan menekankan kepada validitas internal melalui kontrol
eksperimen yang ketat dan teknik kuantitatif.
|
Sumber: Fitzgerald & Howcroft
(1998)
Pada Tabel 2 jelas terlihat bahwa setiap pendekatan
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pendekatan kuantatif
mengasumsikan adanya penomena dimana faktor-faktor yang terlibat di dalamnya
mempunyai hubungan yang pasti, dapat diobservasi, dan dapat dipelajari
menggunakan metode yang terstruktur (Orlikowski & Baroudi, 1991).
Pendekatan ini biasanya menguji serangkaian proposisi atau hipotesis dengan
sampel tertentu yang kemudian digeneralisasi pada populasi yang lebih luas.
Metode kuantitif akan memudahkan penelitian untuk fokus pada topik yang
spesifik (Marble, 2000). Namun metode ini tidak bisa menangkap fenomena dinamis
yang terjadi. Di sinilah pendekatan kualitatif diperlukan. Karenanya, meskipun
banyak peneliti menggunakan salah satu metode ini dalam melakukan penelitian,
beberapa peneliti menganjurkan penggunaan triangulasi (triangulation) dengan
menggabungkan kedua metode ini sekaligus.
Diskusi tentang penggunaan kedua pendekatan penelitian
ini tetap berlanjut dalam banyak literatur. Kecenderungan terakhir
mengindikasikan bahwa kedua metode ini tidak seharusnya dilihat sebagai dua
yang yang bertolak belakang, melainkan bisa saling melengkapi (e.g. Fitzgerald
& Howcroft, 1998; Tashakkori & Teddlie, 1998). Setiap metode atau
gabungan keduanya akan tepat digunakan dalam situasi dan maksud penelitian yang
berbeda.
Di Indonesia, meskipun belum ada studi khusus tentang
penggunaan kedua pendekatan ini, namun dalam beberapa jurnal ilmiah terkait
dengan studi teknologi informasi dan sistem informasi sangat jelas
kecenderungan bahwa metode kuantitatif lebih banyak digunakan daripada metode
kualitatif.
2.2 Konstruktivis
Pendekatan konstruktivis merupakan pendekatan yang
belum banyak dikaji dalam literatur sistem informasi. Secara umum penelitian
dengan pendekatan ini akan menghasilkan sebuah konstruk, model, metode, atau
operasionalisasi ketiganya ke dalam sebuah contoh (March & Smith, 1995).
Pendekatan ini juga tidak sepenuhnya berbeda dengan kedua pendekatan yang telah
dibahas sebelumnya karena terdapat irisan antara metode ini dengan kedua metode
yang telah diuraikan di atas.
Penelitian teoritis yang menghasilkan model konseptual
dan pengembangan software dalam dimasukkan dalam penelitian dengan pendekatan konstruktivis.
Namun demikian, pendekatan konstruktivis lebih dari sekedar menghasilkan model
atau software. Proses pengujian implementasi sebuah software atau sistem
informasi dalam konteks organisasi atau pengguna merupakan bagian integral dari
penedekatan dilakukan. Sebagai contoh, ketika sebuah aplikasi sistem pendukung
keputusan telah maka efektivitas aplikasi ini harus juga diuji, termasuk
terkait dengan tingkat penerimaan pengguna dan manfaat nyata yang dirasakan
oleh pengguna.
3. PENUTUP
Secara umum terdapat dua metode penelitian dalam
bidang sistem informasi, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Kedua metode ini
seharusnya dapat digunakan bersama-sama untuk saling menguatkan. Dalam beberapa
literatiur mutakhir sistem informasi, diperkenalkan juga metode konstruktivis
digunakan untuk menghasilkan konstruk, model, metode baru. Metode kontruktivis
ini juga dalam bagian operasionalisasinya dapat menggunakan metode kuantitatif
dan kualitatif.
PUSTAKA
Avison, D. E., dan Myers,
M. D. (1997). Information Systems and Anthropology: An Anthropological
Perspectives on IT and Organizational Culture. Information Technology & People, 10(3), 43-56.
Avison, D. E., Lau, F., Myers,
M. D., dan Nielsen, P. A. (1999). Action Research. Communication of the ACM, 42(1), 94-97.
Bakos, J. Y., dan
Kemerer, C. F. (1992). Recent Application of Economic Theory in Information
Technology Research. Decision Support
Systems, 8(5), 48-60.
Baskerville, R. L.
(1999). Investigating Information Systems with Action Research. Communication of the AIS, 2(19).
Baskerville, R. L., dan
Myers, M. D. (2002). Information Systems as A Reference Discipline. MIS Quarterly, 26(1), 1-14.
Davis, G. (2000). Information
Systems Conceptual Foundations: Looking Backward and Forward. Dalam R.
Baskerville, J. Stage & J. DeGross (Eds.), Organizational and Social Perspectives on Information Technology
(pp. 61-82). Boston: Kluwer.
Davis, G. B., Gorgone, J.
T., Couger, J. D., Feinstein, D. L., dan Longenecker, H. E. (1997). Model Curriculum and Guidelines for
Undergraduate Degree Programs in Information Systems. Association for
Computing Machinery, Association for Information Systems, Association of
Information Technology Professionals.
Fiztgerald, B., dan
Howcroft, D. (1998). Toward Dissolution of the IS Research Debate: From
Polarization to Polarity. Journal of
Information Technology, 13, 313-326.
Frankfort-Nachmias, C.,
dan Nachmias, D. (1996). Research methods
in the social sciences (5 ed.). London: Arnold.
Hadi, S. (1997). Metodologi Research (Vol. 1). Yogyakarta: Andi Offset.
Keen, P. G. W. (1980). Reference Disciplines and A Cumulative
Tradition. Paper presented at the the First International Conference on
Information Systems, Philadelphia, PA.
Lee, A. S. (1991).
Architecture as A Reference Discipline for MIS. In H.-E. Nissen, H. K. Klein
& R. A. Hirschheim (Eds.), Information
Systems Research: Comtemporary Approaches and Emergent Traditions
(573-592). Amsterdam: North-Holland.
Marble, R. P. (2000).
Operationalising the implementation puzzle: an argument for eclecticism in
research and in practice. European
Journal of Information Systems, 9, 132-147.
March, S. T., dan Smith,
G. F. (1995). Design and Natural Science Research on Information Technology. Decision Support Systems, 15, 251-266.
Mendelson, H., Ariav, G.,
DeSanctis, G., dan Moore, J. (1987). Competing
Reference Disciplines for MIS Research. Paper presented at the Eighth
International Conference on Information Systems, Pittburgh, PA.
Myers, M. D. (1999).
Investigating Information Systems with Ethnographic Research. Communication of the AIS, 2(23).
Nawawi, H., dan Martini,
M. (1994). Penelitian Terapan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Nunamaker, J. F., Jr.,
Chen, M., dan Purdin, T. D. M. (1991).
Systes Development in Information Systems Research. Journal of Management Information Systems, 7(3), 89-106.
Orlikowski, W., dan
Baroudi, J. (1991). Studying information technology in organizations: research
approaches and assumptions. Information
Systems Research, 2(1), 1-28.
Sekaran, U. (1992). Research Methods for Business: A
Skill-Building Approach (2 ed.). New York: John Willey & Sons.
Simonsen, J., and F.
Kensing (1997). Using Ethnography in Contextual Design. Communication of The ACM, 40(7), 36-42)
Suriasumantri, J. S.
(ed.). (1992). Ilmu dalam Perspektif.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Swanson, E. B., dan
Ramiller, N. C. (1993). Information Systems Research Thematics: Submissons to a
New Journal, 1987-1992. Information
Systems Research, 4(4), 299-330.
Tashakkori, A., dan
Teddlie, C. (1998). Mixed methodology:
combining qualitative and quantitative approaches. Thousand Oaks: Sage
Publications.
van Dalen, D. B. (1992).
Ilmu-ilmu Alam dan Ilmu-ilmu Sosial: Beberapa Perbedaan. Dalam J. S.
Suriasumantri (Ed.), Ilmu dalam
Perspektif (134-139). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Walsham, G. (1995). Intrepretive Case
Studies in IS Research: Nature and Method.
European
Journal on Information Systems, 4, 74-81.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar